MPIG Perjuangkan Kopi Manggarai Agar Mendunia

Labuan Bajo - Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) secara konsisten mengembangkan dan memperjuangkan agar kopi arabika Flores Manggarai dan kopi robusta Flores Manggarai semakin dikenal dan digemari oleh masyarakat luas, baik dalam maupun luar negeri.

"Sebagaimana telah menjadi visi MPIG, yakni terwujudnya kesejahteraan petani dan masyarakat melalui pengelolaan kopi arabika Flores Manggarai yang bermutu, berdaya saing, handal, diminati dunia secara berkelanjutan," ujar Sekretaris MPIG Boni Romas, dalam siaran pers BPOLBF, Kamis (27/5).

Boni Ramos menegaskan, MPIG dibentuk dan berusaha mewadahi para petani kopi yang ada di kawasan Manggarai Raya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi agar mampu menghasilkan komoditi kopi berkualitas, berdaya saing dan mampu memberikan nilai ekonomi yang baik untuk para petani lokal.

Boni menambahkan, salah satu bentuk perlindungan untuk tanaman kopi adalah Sertifikat Indikasi Geografis.

"Perlindungan melalui Sertifikat Indikasi Geografis terhadap kopi yang bermutu baik tentu sudah pasti dapat meningkatkan daya saing produk," ujarnya.

Ia menjelaskan, saat ini MPIG sebagai wadah stakeholder kopi di Manggarai Raya telah berhasil mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Manggarai (KAFM) dari pemerintah, pada saat bersamaan lembaga yang sama sedang mengajukan usulan proses sertifikisi yang sama bagi kopi robusta Flores Manggarai.

Boni menerangkan, untuk mendapatkan sertifikasi indikasi geografis ini, baik kopi arabika maupun robusta Flores akan diolah menjadi kopi unggulan atau specialty coffee dengan mengikuti standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh sebuah lembaga khusus.

"Harus ada kelompok tani yang melakukan semua itu sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh lembaga khusus. Dalam SOP ini mengatur dengan jelas tata cara proses pengolahan kopi hingga menghasilkan kopi dengan cita rasa yang tinggi, yang tentu sudah pasti memiliki nilai jual yang tinggi pula. MPIG hadir untuk itu," ujarnya.

Boni menjelaskan SOP itu terkait prosesnya dari cara petik, rambang, jemur, tumbuk hinggah menghasilkan Biji green bean dengan kadar air 12 sampai 12,5 persen itulah yang disebut specialty untuk arabika dan fine robusta untuk robusta.

"Jika prosesnya benar maka hasilnya pasti berkualitas. Kita juga membantu menyiapkan semua peralatan pendukungnya," ucapnya.

MPIG sendiri saat ini memiliki 42 anggota kelompok tani yang tersebar di 3 Kabupaten di wilayah Manggarai Raya. Kabupaten Manggarai Timur memiliki 20 anggota kelompok tani, untuk Kabupaten Manggarai terdapat 20 kelompok Tani dan 2 kelompok tani ada di Kabupaten Manggarai Barat.

Boni menjelaskan untuk mewujudkan visi kerja, organisasi MPIG memiliki misi kerja yang dilakoni empat kelompok kerja (Pokja) yang diisi oleh anggota kelompok tani itu sendiri serta kolaborasi dengan instansi pada lingkup pemerintahan daerah.

Pokja pertama, jelas Boni, yakni Pokja Budidaya dan Kualitas, leading sektornya dinas pertanian dan semua petani kopi yang merupakan anggota MPIG. Pokja ini bertugas memastikan keberadaan setiap regulasi pendukung, peningkatan kualitas SDM anggota, serta peningkatan kualitas produksi.

"Unsur kedua, Pokja Perdagangan dan promosi leading sektornya dinas perdagangan dan semua pedagang kopi. Kelompok ini bertugas mempromosikan produk kopi baik melalui kegiatan expo, pameran, serta media internet. Menyiapkan database pembeli dan penjual serta sistem aplikasi yang mampu menghubungkan pembeli dan penjual," ujarnya.

Pokja ketiga, tambah Boni, agrowisata dan ekonomi kreatif dengan leading sector Dinas Pariwisata dan pengusaha kafe. Kelompok ini bertugas membangun pusat pengembangan kopi terpadu (integrated coffees farming) sebagai tempat wisata sekaligus pusat kegiatan usaha kopi dari hulu sampai hilir. Salah satunya juga dengan menumbuhkan usaha ekonomi dengan komoditi kopi sebagai basis usaha.

Pokja terakhir, lanjutnya, terkait koperasi dengan leading sector Dinas Perindagkop. Kelompok ini bertugas menggalang permodalan dan penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

"Selain itu MPIG juga memiliki misi untuk meningkatkan kemampuan manajerial pengelola MPIG dan kelembagaan petani secara berkelanjutan. Selain itu menciptakan kader-kader handal dalam bidang teknis dan manajerial," urainnya.

Semua ini, tutur Boni, merupakan bentuk kepedulian yang sama serta kesadaran akan usia komoditi kopi sudah semakin tua, termasuk juga usia petani yang juga semakin tua diperparah dengan niat kaum muda yang tidak tertarim untuk menanam kopi.

"Sejak dahulu petani kopi koandisi ekonominya begitu - begitu saja. Yang untung penjual kopi. Usaha kita ini bagaimana kopi bisa memberi nilai dan ada keadilan dalam distribution of margin. Keuntungan harus merata. Konsep besar yg out of the box munculah ide kopi tidak bisa dijual hanya sebagai minuman." tuturnya

Untuk mewujudkan cita cita ini, Boni mengharapkan dukungan dari semua pihak. Pekerjaan besar bukan tidak mungkin kalau semua stakeholder ikut terlibat.

"Makanya saya bersyukur BPOLBF terlibat. Ada hal -hal yang tidak mampu kami lakukan, salah satunya promosi dan pemasaran. Kita berharap dukungan dari BPOLBF mampu mengatasi masalah promosi dan pemasaran yang kami hadapi. Ini masalah utama bagi kami," kata Boni

Boni yang juga merupakan Sekertaris Pokja Bidang Agrowisata ini menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan yang didukung oleh BPOLBF sangat terbantu dengan peningkatan kualitas SDM.

"Seperti studi banding ke beberapa tempat budidaya kopi sudah sangat maju di beberapa daerah di pulau jawa kali lalu. Itu meningkatkan pengetahuan kami juga Makanya harus ada aspek lain yang harus dijual masuklah agrowisata ini," imbuh Boni.

Ia menjelaskan untuk tiga Manggarai bahkan sampai bajawa kami punya konsep grand design daripada pengembangan kopi lestari terpadu, konsepnya angkat di hulu dan hilir.

"Labuan Bajo sebagai pintu masuk menjadi kesempatan untuk membuat kopi menjadi wisata baru selain komodo. Komodo dragon and coffee Flores," pungkasnya.