Mengenal Asal-usul 'Kepong Bakol' yang Digaungkan Bupati Kubu Raya

Kubu Raya - Kata 'Kepong bakol’ (gotong royong/keroyokan) yang digaungkan Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat, Muda Mahendrawan sejak awal kepemimpinannya pada tahun 2019 lalu, menjadi sangat familiar di kalangan masyarakat di kabupaten termuda di Kalbar itu. Bahkan kata 'kepong bakol' ini menjadi ikon bagi kabupaten yang baru berusia 14 tahun pada 17 Juli lalu.

Bupati Muda Mahendrawan bercerita tentang lahirnya kata ‘kepong bakol’ ini secara spontanitas dan didapatkan justru inspirasinya dari isu-isu perempaun, perlindungan perempuan dan anak, kematian ibu, bayi dan balita serta isu kesehatan.

“Munculnya kata itu spontan ketika diskusi bersama kader kesehatan, tenaga kesehatan dan juga berbagai pihak terkait problem kesehatan ibu dan anak yang juga hal ini menjadi wilayah hulunya yang sangat penting dan sangat mendasar. Dari situ saya bilang, bagaimana sih caranya ibu hamil itu kita kepong saja, bagaimana kita kepong agar anak tetap sehat, terjamin dalam seribu hari kehidupannya. Cara mengepungnya semuanya harus bergerak, baik itu RT, RW, kepala dusun, camat, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh budaya, tokoh adat dan Kepala OPD untuk bersama-sama mengepungnya. Maka sejak itu muncul lah bahasa ‘kepong bakol'," kata Bupati Muda Mahendrawan saat menjadi narasumber program Pengarustamaan Gender bersama Aktivis Perempuan PPSW Kalbar Reny Hidzazi melalui virtual di Pro 1 RRI Pontianak, Senin (26/7).

Muda menilai, kata 'kepong bakol' ini sebenarnya bahasa ibu dan bahasa yang mengingatkan secara lahiriah dan mengingatkan kalau semua orang harus bergerak. Diharapkan kata itu bisa memantik semangat untuk bergerak tanpa harus diperintahkan dan diinstruksikan.

“Saya selalu sampaikan kepada birokrasi sampai di tingkat desa dan semua elemen masyarakat ditingkat basis itu bahwa, jangan hanya karena diperintah, didikte dan ada regulasi baru kita bergerak tapi semua itu kesadaran dan tanggung jawab kita. Artinya memunculkan panggilan nurani untuk menjalankan tanggung jawab," ucapnya.

Menurut Muda, ‘kepong bakol’ itu mengedepankan rasa tanggung jawab, bukan karena ada yang menekan dan bukan pula karena ada yang mengintervensi serta ditakuti. Dengan bicara tema pengarustamaan gender ini, jika isunya tidak masif makanya akan sangat sulit merubah persepsi dan cara pandangnya serta merubah mindset terkait hal-hal yang selama ini selalu dibicarakan diruang publik maupun seminar di berbagai tempat.

“Terkait dengan hambatan-hambatan, persepsi dan semua itu diperlukan gerak cepat bersama mulai dari bawah sampai ke atas dan harus dengan upaya-upaya yang desainnya itu benar-benar di kepong semua sektornya. Makanya 'kepong bakol' ini juga kami lakukan untuk Pemerintah Kubu Raya, termasuk untuk mengepung isu kesetaraan gender ini, yang mana masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sudah menyusun programnya sesuai dengan perencanaannya. Nah 'kepong bakol' nya itu menyatukan semua OPD supaya ketepatan perencananaan maupun pelaksanaan kegiatan harus tersambung atau tidak putus karena kita tekankan satu OPD tidak bisa menyelesaikan problemnya masing-masing tapi harus menyelesaikannya bersama-sama OPD lainnya," paparnya.

Muda menambahkan, adanya dinas-dinas di pemerintahan itu tentunya untuk tidak hanya fokus menjalankan kegiatan programnya tapi juga kegiatan ini tidak hanya jenis atau programnya saja namun waktu penyelesaian program itu juga sangat penting.

“Bagaimana OPD yang satu bisa menyatukan bersama OPD yang lain. Misalnya ada kegiatan yang sama-sama mengarahnya itu bisa sama-sama ada kesepakatan. Sehingga penyelesainnya itu bisa sama dilakukan. Makanya kita gunakan kalimat 'kepong bakol' itu biar masyarakat yang sudah tau betul kalimat ini tidak lagi bingung dan pasti sudah tahu dan mengerti maksudnya," tutup Muda.