Kampung Jamune Bu'e Batang, Sarana Edukasi dan Pemberdayaan Perempuan

Batang - Sejak zaman nenek moyang jamu telah dikenal khasiatnya, untuk kesehatan tubuh, namun seiring kemajuan zaman kini jamu pun mulai bertransformasi menjadi lebih modern, seperti Kampung Jamune Bu’e yang berupaya menjadi sarana edukasi dan media pemberdayaan perempuan, melalui Kelompok Usaha Bersama (KUB).

Kampung Jamune Bu’e yang diinisiasi kaum ibu bersama lima orang penjual jamu gendong yang ingin memodernisasi jamu, agar makin dikenal anak muda, maka sejak awal September lalu mulai membuka kampung wisata dan edukasi bagi masyarakat.

Penanggungjawab KUB Kampung Jamune Bu’e, Sukoningsih mengatakan, ide tersebut muncul bukan hanya karena banyaknya penjual jamu gendong, tapi juga karena kaum ibu yang ingin menunjukkan kepeduliannya terhadap kelestarian ramuan tradisional, agar dikenal kaum milenial, serta memberdayakan potensi yang dimiliki lingkungan sekitar.

“Kami memberdayakan para bakul (penjual) jamu gendong dari lingkungan sekitar RT 1 RW 3 Dracik Proyonanggan Selatan. Jamu yang diproduksi ada beras kencur, kunir asem, sirih, manjakani, sehat wanita, sehat pria, lempuyang, temulawak, empon-empon, selama ini yang paling banyak diminati adalah beras kencur dan manjakani,” katanya, saat ditemui di kios Kampung Jamune Bu’e, Jalan Gajah Mada, Kabupaten Batang, Selasa (5/10).

Ia menjelaskan, selama pandemi COVID-19, omzet yang didapat mencapai Rp200 ribu per hari. Harapannya setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan pandemi berakhir, akan terjadi peningkatan penjualan.

“Ini adalah KUB, jadi untuk pemberdayaan ekonomi kreatif ibu-ibu dan menambah pemasukan serta membantu perekonomian keluarga, karena pelaku UMKM seperti pedagang takoyaki, bakso, nasi bakar, pempek dan lainnya juga banyak dijajakan. Masyarakat jadi punya banyak pilihan,” ungkapnya.

Seiring medernnya cara mempromosikan produk, maka seluruh anggota KUB sepakat memanfaatkan media sosial untuk berpromosi kepada masyarakat milenial.

“Kami promosikan melalui media sosial seperti WhattsApp dan Instagram Kampung Jamune Bu’e,” tuturnya.

Di sisi lain, para kaum ibu juga berupaya mengedukasi generasi muda tentang serba-serbi jamu. Hal ini karena letaknya yang sangat strategis yakni di kawasan pendidikan atau yang dikenal dengan “Dracik Kampus”.

“Rencananya kami akan mengundang Perpustakaan Keliling supaya standby di depan kios. Dan anak-anak mulai dari Taman Kanak-kanak, SD hingga SMP bisa belajar mengetahui langsung manfaat jamu,” terangnya.

KUB ini dibentuk juga berkat dorongan dari Pelaksana Tugas Lurah Proyonanggan Selatan Bambang Pitono untuk mengikuti lomba inovasi pemberdayaan perempuan yang diselenggarakan Bappelitbang Kabupaten Batang.

“Ini bisa menjadi sarana untuk mempromosikan produk unggulan dan potensi lokal menjadi lebih dikenal masyarakat. Kreativitas ibu-ibu juga bisa membantu mewujudkan Kampung Wisata Edukasi, melalui cara mengolah bahan-bahan herbal, sehingga generasi milenial lebih tertarik mempelajarinya,” harapnya.

Ia menambahkan, KUB tersebut juga dapat membantu perekonomian keluarga, karena ada UMKM yang berdampingan dengan para pelaku usaha jamu.

Salah satu warga, Renata mengungkapkan, baginya mengonsumsi jamu sudah menjadi kebiasaan karena selain menyegarkan dapat menjaga kebugaran tubuh.

“Jamu yang baru saya minum kunir asem manfaatnya untuk menjaga kondisi badan jadi lebih fit. Ada beberapa jenis jamu yang sering saya konsumsi yaitu beras kencur dan kunir asem, seminggu bisa 3-4 kali minum jamu,” ujar dia.

Menurutnya, keberadaan para pedagang jamu yang menetap di sini, jadi mempermudah para penikmat jamu mengonsumsinya.

“Untuk generasi muda bisa membiasakan diri menyukai jamu, karena salah satu minuman tradisional yang sudah terkenal sejak dulu. Mereka bisa mengonsumsi jamu dan mempelajari jenis-jenis tanaman herbal yang bisa diramu menjadi minuman berkhasiat,” imbuhnya.