Cukai Hasil Tembakau 2021 Naik 9 Persen

Demak - Indonesia yang merupakan penghasil atau sentra tembakau yang diakui oleh dunia. Hal-hal yang termasuk dalam konteks tembakau dan pertembakauan, seperti rokok dan industrinya termasuk juga cukai, membuat pertembakauan menjadi bukan dunia hitam putih. Bahwa isu tentang tembakau pertanian tembakau kemudian produksi rokok dan juga pengenaan cukai itu sesuatu yang melibatkan kepentingan yang sangat luas, banyak, dan kompleks bahkan menjadi semacam sebuah sistem tersendiri yang bisa disebut kompetitif.

Hal tersebut tersirat dalam acara Bincang Pagi Bersama RSKW 104.8 FM yang dihadiri oleh Narasumber Yuwanto Direktur Departemen Ilmu Sosial, Eko Handoyo Wakil Direktur Pasca Sarjana UNNES, yang bertemakan ‘Never The End Diplomasi Tembakau, Rokok, Serta Cukai’ yang di pandu oleh Host Jayanto Arus Adi Dewan Pers. Bertempat di Ruang Kepala Dinas Kominfo Kab Demak, dan disiarakan langsung melalui Channel Youtube Suara Kota Wali Channel. Rabu (27/10).

Dalam perbincangan yang membahas soal cukai ini, Yuwanto memberikan pendapatnya secara makro.

“Secara makro kita bicara tentang mengapa tidak hitam putih tapi banyak wilayah abu-abunya, itu karena memang berbicara tentang pertembakauan dan cukai ini bukan persoalan nasional saja. Dapat kita lihat dari sisi pertembakauan industri rokok yang betul-betul dikuasi oleh orang kita sendiri itu kurang dari 40% selebihnya itu dikuasai oleh multinational corporation. Artinya kalau bicara tentang makro itu ada yang disebut sebagai relational honor, kekuatan relational dan struktural yang juga berkepentingan terhadap dunia pertembakauan di Indonesia.” Terangnya.

Sementara itu, Eko Handayano menyampaikan, bagaimana industri terkait APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

“Memang ada kepentingan ekonomi yang menjadi pertimbangan utama mengapa negara ini memberikan fasilitasi dan izin membantu industri rokok, khususnya Indonesia. Karena memang kalau kita lihat dari kondisi ekonomi rokok ini sangat besar. Karena dari segi aspek kontribusi untuk APBN saja itu ada di tahun 2015 mencapai Rp139,5 triliun. Kemudian di tahun 2020 lalu itu mencapai Rp171,9 triliun. Makanya pemerintah itu mendapat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sehingga cukainya dinaikkan dan untuk 2021 ini jadi senilai 9 persen,” jelasnya.

“Selanjutnya ada aspek dari penyerapan tenaga kerja, bahwa sudah mencapai sekitar 6 juta seperti yang ada dipabrik-pabrik, petani tembakau, pedagang, penjual eceran yang sudah terdata. Artinya meskipun pemerintah juga melihat dari aspek kesehatan nasionalnya, juga mempertimbangkan aspek ekonomi," tandasnya.