Disdikbud Batang Wacanakan Museum Kepurbakalaan Daerah

Batang - Makin banyaknya benda-benda cagar budaya yang ditemukan, namun minim sarana prasarana, akhirnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Batang mewacanakan Museum Kepurbakalaan Daerah sebagai tempat penyimpanan.

Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Batang Affy Koesmoyorini menyampaikan, pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Bupati Wihaji supaya berkenan meminjamkan salah satu bangunan yang tidak terpakai.

“Ini baru tahap proses, karena dari hasil pendataan awal, ternyata benda cagar budaya yang ada di kantor kami banyak sekali, sehingga tidak mungkin disimpan semuanya di sini. Kami berupaya sementara mau pinjam gedung milik Pemda,” katanya, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (17/11).

Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah, ada 161 buah, antara lain arca lingga, yoni dan nandi.

“Kalau dipinjamkan semuanya, diperkirakan bisa memuat lebih dari 200 benda cagar budaya. Nanti kalau disetujui sebisa mungkin akan dilakukan penataan semampunya karena belum punya anggaran,” jelasnya.

Rencananya kedepan untuk mengoptimalkan fungsi dari museum, pihak Bidang Kebudayaan tetap bekerja sma dengan komunitas pemerhati sejarah dan budaya Batang.

“Kami akan melibatkan budayawan agar tertata dengan rapi dan bernilai artistik. Keberadaan museum itu nantinya bisa menjadi media edukasi anak-anak didik, maupun dimanfaatkan para peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang benda-benda kepurbakalaan lainnya,” tegasnya.

Ia mengharapkan, museum itu nantinya bisa memudahkan masyarakat untuk mengetahui benda-benda cagar budaya yang sangat berharga.

“Utamanya bagi anak-anak didik kita, kalau rekreasi edukasi tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar kota, cukup berwisata sambil belajar benda kepurbakalaan yang ada di Kabupaten Batang,” harapnya.

Pemerhati benda cagar budaya, sekaligus guru Sejarah SMAN 2 Batang, Nurrochim mengutarakan, benda-benda cagar budaya di Kabupaten Batang sangat banyak dan tersebar hampir di seluruh wilayah, maka tepat sekali, apabila Disdikbud menginisiasi dibuatnya museum, sebagai tempat penyimpanan paling tepat dan sarana edukasi bagi anak didik.

Setelah museum didirikan perlu ada pengelolaan yang tepat, agar bisa dihidupkan dan menarik pengunjung.

“Tidak hanya sekadar museum, tapi harus dikolaborasikan dengan kegiatan pentas seni budaya, seperti teater, musik, puisi dan melukis untuk daya tarik generasi muda. Dan bekerja sama dengan pihak sekolah agar rutin menjadwalkan kunjungan ke museum,” terangnya.

“Benda-benda cagar budaya sudah ada sejak masa Mataram Hindu, Mataram Islam dan Kolonial. Ada yang tersimpan di Museum Ronggowarsita Jawa Tengah, di Kantor Disdikbud, disimpan oleh penduduk setempat dan ada pula yang hingga sekarang masih berada di tempat saat pertama kali ditemukan serta ada juga yang sudah diberi cungkup sebagai pelindung,” tandasnya.

Ia mengatakan, manfaat lain dengan rencana pembuatan museum, pastinya untuk memudahkan pelajar tingkat SD, SMP dan SMA, karena mungkin ada yang belum begitu memahami benda-benda bersejarah yang dimiliki Kabaupaten Batang.

“Museum itu juga bisa dimanfaatkan untuk riset para peneliti kajian arkeologi, sejarah, antropologi maupun ilmu-ilmu lainnya. Dan yang tidak kalah menariknya bisa untuk rekreatif, wisata sejarah dan budaya,” ungkapnya.

Kemanfaatan lainnya, adalah membantu membangkitkan perekonomian masyarakat Batang.

“Museum bisa menjembatani pelestarian benda-benda cagar budaya. Di lapangan ada 36 benda cagar budaya yang belum terlindungi secara benar, di antaranya Arca Ganesha dan Nandi, Llingga dan Yoni,” tegasnya.

Ia menegaskan, tidak semua benda cagar budaya dipindahkan ke museum.

“Yang bisa dipindahkan selain yang sudah terdata oleh Disdikbud, terutama yang rawan terjadi kerusakan, seperti Kemuncak yang dijadikan nisan sebuah makam. Perlu ada koordinasi dengan pihak aparat desa dan ahli waris makam, sehingga mendapat izin untuk menjadi koleksi di museum,” ujar dia.

Benda cagar budaya yang besar seperti Arca Ganesha yang ada di Desa Silurah, kalau pun akan dijadikan koleksi dapat dibuat duplikasi, sehingga arca yang asli tetap berada di tempat semula.

“Selain ukurannya terlalu besar, arca tersebut memiliki keterakitan erat dengan penduduk setempat dan daya tarik tersendiri, yakni tempat ibadah bagi umat Hindu,” imbuhnya.