Gereja Santo Yusup Batang Rayakan Natal Dalam Nuansa Jawa

Batang - Gereja Katolik Santo Yusup Kabupaten Batang merayakan Malam Natal dengan balutan nuansa adat Jawa Tengah. Hal itu ditunjukkan dengan para jemaat yang mengenakan busana beskap atau lurik lengkap dengan blangkon untuk pria dan kebaya atau kain batik lengkap dengan sanggul untuk kaum wanita.

Pimpinan Gereja Katolik Santo Yusup Batang Romo Joseph Ohoiledwarin menyampaikan, khusus tahun ini panitia perayaan Natal sepakat untuk mengangkat tema busana khas Jawa Tengah.

“Jemaat kami itu beragam, karena berasal dari berbagai daerah. Ada dari suku Jawa, Batak dan Flores,” katanya, saat ditemui di Gereja Katolik Santo Yusup, Kabupaten Batang, Sabtu (25/12).

Ia menerangkan, beberapa tahun lalu tema-tema busana dari daerah lain sudah pernah dipilih sebagai tema busana jemaat.

“Kali ini saya coba jemaat untuk mengenakan busana khas Jawa Tengah, termasuk dekorasi gereja pun semuanya bernuansakan Jawa,” jelasnya.

Salah satu jemaat, Frans mengutarakan, tahun ini Romo menghendaki busana yang bertemakan adat Jawa, karena mayoritas jemaat adalah warga asli Kabupaten Batang.

“Tiap tahun memang temanya berganti-ganti. Kalau tahun lalu peribadatan dilakukan secara online, jadi tidak ada tema khusus,” ungkapnya.

Ia bersama keluarga mengaku bahagia, karena setelah dua tahun ibadah di gereja dilakukan secara online, akhirnya kini diizinkan menggelar ibadah misa secara tatap muka.

“Walaupun begitu, tapi ya harus tetap jaga prokes yang ketat, jumlah jemaatnya pun dibatasi. Intinya kami sekeluarga senang bisa dapat kuota untuk mengikuti Misa Malam Natal tatap muka dan ketemu langsung dengan Romo,” tuturnya.

Ia menambahkan, selama Pandemi Covid-19, pelaksanaan ibadah di gereja memang ada pembatasan jumlah umat, untuk menjaga agar tidak terjadi kerumunan.

“Secara bergilir, jemaat tetap bisa ikut ibadah di gereja, hanya saja dilakukan secara bergilir. Minggu pertama khusus lingkungan Santo Yusup, minggu kedua Maghdalena, dan kuotanya pun terbatas hanya untuk 50 orang,” terangnya.

Ia bersama keluarga juga mengucapkan terima kasih kepada pengurus Masjid Nurul Huda, yang berkenan mengizinkan halamannya dijadikan tempat parkir kendaraan para jemaat.

“Inilah sikap toleransi umat muslim untuk membantu kami mendapatkan tempat parkir, karena halaman gereja sementara ini dibangun tenda untuk ibadah umat,” tandasnya.