Masyarakat Adat Tabi Deklarasi Dukung Penyelesaian Masalah Papua Melalui Rekonsiliasi

Sentani - Masyarakat Adat Tabi menggelar deklarasi dukungan penyelesaian masalah Papua secara martabat melalui rekonsiliasi menuju Papua damai.

Acara ini berlangsung di Pendopo Adat (Obhe) Pongkonowere, Kampung Pande Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Senin (21/2).

Deklarasi dilakukan setelah melakukan pertemuan dengan para tokoh adat dan sejumlah masyarakat adat Tabi yang diinisiasi oleh Barisan Merah Putih (BMP) Papua, di Pendopo Adat (Obhe) Pongkonowere, Kampung Pande Doyo Lama, Distrik Waibhu, Kabupaten Jayapura.

Usai pertemuan dilanjutkan dengan deklarasi dan penandatanganan pernyataan sikap oleh para tokoh adat dan masyarakat adat Tabi.

Ada tiga poin penting dalam deklarasi Masyarakat Adat Tabi. Pertama, masyarakat adat Tabi mendukung penuh upaya penyelesaian konflik di Papua secara bermartabat demi terciptanya Papua damai.

Kedua, masyarakat adat Tabi bersama pemerintah bertekad menyelesaikan masalah Papua melalui rekonsiliasi dan restitusi menuju Papua damai.

Ketiga, masyarakat adat Tabi mendukung implementasi Undang-Undang (UU) Otsus Nomor 02 Tahun 2021 serta rencana pemekaran DOB menuju Papua damai dan sejahtera.

Untuk itu, masyarakat Adat Tabi lewat para tokohnya mengajak seluruh lapisan masyarakat di Papua, bahkan masyarakat Nusantara untuk mendukung upaya Negara dalam menyelesaikan masalah Papua secara bermartabat melalui rekonsilisasi guna menuju Papua yang aman, tenteram dan damai.

Salah satu Tokoh Adat Tabi, Naftali Nukuboy di sela-sela acara deklarasi tersebut mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada Negara yang terus mengupayakan penyelesaian masalah Papua dengan cara-cara yang bermartabat.

Dikatakannya, perhatian Negara sangat besar sekali terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua. Hal ini terbukti dengan telah ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 02 Tahun 2021 tentang Otsus Fase (Jilid) II, tetapi juga adanya pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua.

Untuk itu, Naftali Nukuboy mengajak semua komponen masyarat adat di Papua untuk menerima Otsus Fase (jilid) kedua. Sebab, semua situasi dan kemelut yang dialami oleh masyarakat Papua untuk mendapat kemakmuran dan kesejahteraan yang disediakan oleh Negara telah termuat secara utuh dan menyeluruh dalam UU Otsus Jilid II.

Sebab, menurut Naftali, lahirnya UU Otsus Jilid II juga tidak terlepas dari perhatian Negara, untuk membangun Papua dan terlebih dalam upaya Negara menyelesaikan sejumlah permasalahan yang kini dialami oleh provinsi ter timur di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

“Hanya saja, kami sebagai masyarakat adat perlu memberi masukan kepada Negara untuk di Otsus fase kedua ini betul-betul memberikan ruang dan perhatian kepada kami. Karena berdasarkan pengalaman, pada Otsus fase pertama, masyarakat adat kurang mendapat perhatian, akibat banyaknya intervensi pemerintah ke kampung-kampung lewat pemerintahannya,” paparnya.

Sementara itu di tempat yang sama, Anggota MRP Pokja Adat Herman Yokhu menegaskan, hasil deklarasi yang dilakukan oleh pihaknya saat ini tentu akan bermuara kepada rekonsiliasi Papua damai dan bermartabat. Karena, Papua yang damai dan bermartabat adalah tujuan atau ending dari cita-cita bersama sebagai warga Negara dalam bingkai NKRI.

Untuk tujuan itu, kata Herman Yokhu, upaya penyelesaian masalah Papua secara bermartabat dan damai harus dimulai dari Tanah Tabi atau Negeri matahari terbit. Karena, Tabi merupakan matahari yang memberikan sinar kepada seluruh warga masyarakat Papua secara khusus dan Indonesia secara umum. Maka deklarasi masyarakat adat Tabi saat ini menampilkan rekonsiliasi terhadap Papua damai dan bermartabat.

”Tetapi, Otsus di dalam koridor berdasarkan UU Nomor 02 Tahun 2021. Kendati ada kelompok-kelompok yang berkeinginan seperti teman-teman saya yang dibawahi oleh ketua MRP yang menggugat UU Nomor 02 Tahun 2021 ke Mahkama Konsitusi (MK) untuk tolak Otsus Jilid. Dan itu wajar-wajar saja, tetapi pada akhirnya semua pasti menunggu keputusan dari MK,” tegas salah satu Tokoh Adat Tabi ini.

Pria yang juga Kepala Suku Wiyaka Kabupaten Keerom ini juga menjelaskan, sekalipun MRP secara kelembagaan menolak Otsus Jilid II dengan mengajukan gugatan ke MK, tetapi dirinya selaku tokoh adat yang juga anggota MRP dari Pokja Adat mengatakan bahwa Otsus Jilid II harus di berlakukan di Tanah Papua. Sebab, segala sesuatu akan terjadi indah pada waktunya.

"Selain anggota MRP, kami juga tokoh adat di wilayah Tabi ini tetap mendukung Otsus Jilid II dan harus diberlakukan di Papua," pungkas Penasehat Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua ini.

Senada dengan hal itu, Ketua Pemuda Mandala Trikora (PMT) Provinsi Papua, Ali Kabiay menuturkan, dengan adanya deklarasi masyarakat adat Tabi ini dapat menggugah pemerintah pusat, untuk mengambil langkah-langkah dengan mengundang semua tokoh-tokoh masyarakat di Papua, termasuk tokoh-tokoh yang bersebrangan dengan prinsip kedaulatan. Sehingga bersama-sama secara mufakat untuk mencari jalan tengah.

Dijelaskannya, yang paling inti dari deklarasi adalah pihaknya mendorong terjadinya rekonsiliasi damai yang bermartabat, bermoral, sehingga tidak ada yang merasa benar, tidak ada yang merasa bersalah namun semua pihak duduk bersama mencari jalan tengah akhir konflik di Papua.

“Dengan memakai konsep-konsep pemikiran dari bagimana masyarakat adat menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi, maka kami minta jika bentul - betul diadakan rekonsiliasi harus masyarakat adat dlibatkan karena kami yakin penyelesaian secara adat adalah penyelesaian yang baik,” imbunya

Kabiay menandaskan, untuk rekonsiliasi ini tidak mencari siapa yang salah, siapa yang benar tetapi mencari jalan tengah antara pemerintah, negara tokoh-tokoh yang bersebrangan dengan negara hadirkan, duduk bersama mencari solusi jalan tengah terkait bagaimana menyelsaikan konflik yang terjadi di Papua

“Karena konflik yang sering terjadi di Papua ini membuat pembangunan tidak berjalan lancar di beberapa wilayah yang terjadi konflik. Kami juga mendukung aparat keamanan untuk menjaga wilayah Papua sesaui tupoksi masing-masing dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” pungkas Ali Kabiay.