Mampu Tekan Kasus Kekerasan, LPPAR Pekalongan Sambut Baik PMA Terbaru

Kota Pekalongan - Belum lama ini, Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan kategori baru mengenai kekerasan seksual yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 73 tahun 2022. Aturan tersebut disambut baik oleh Kepala Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak dan Remaja (LPPAR) kota Pekalongan Nur Agustina.

Ditemui pada kegiatan Sosialisasi Forum Anak, Agustin, sapaan akrabnya menuturkan bahwa sudah seharusnya Kemenag, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI secara sinkronisasi, sinergi dan holistik komprehensif menetapkan regulasi tersebut. Dimana upaya dan program pencegahan perilaku kekerasan seksual sudah lama dilakukan di Kementerian PPPA dan Kemendikbudristek.

Ia mengemukakan, saat ini pihaknya sedang mencoba melaksanakan intervensi dengan kemenag untuk mewujudkan pondok pesantren (ponpes) ramah anak.

“Satuan pendidikan dibawah dinas pendidikan kota, provinsi dan kemenag sudah kita kawal dan ponpes memang murni di bawah naungan kemenag sehingga perlu kolaborasi yang lebih intens,” katanya.

Sehingga, bagi Agustin dengan mengantongi regulasi terkait tindak kekerasan seksual, upaya melindungi dan mencegah perilaku penyimpangan pada gender lebih optimal.

“Tingkat kota dengan kemenag dan bagian kesejahteraan rakyat kesra dan PPA namun, kami tidak bisa serta merta melakukan intervensi sendiri, harus ada kesadaran dari kemenag, sehingga luar biasa jika regulasi tersebut sudah ada, kita tinggal melanjutkan sinergi lagi," pungkasnya.

Sebagai informasi, PMA ini mengatur pencegahan, penanganan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi hingga sanksi pada setiap kasus kekerasan seksual. Di samping berbagai upaya pencegahan, Peraturan Menteri ini juga mengatur agar dilakukannya pendampingan dan pemulihan korban oleh satuan pendidikan, mengingat kekerasan seksual berdampak terhadap korban secara mental dan fisik.

Dalam regulasi ini, terdapat 16 jenis kekerasan seksual yang ditandatangani oleh kemenag yakni ujaran diskriminasi atau melecehkan tampilan fisik tubuh atau identitas gender, menyampaikan ucapan bernuansa seksual berupa rayuan/lelucon/siulan, memaksa melakukan transaksi atau kegiatan seksual, menatap tanpa izin dengan nuansa seksual, mengintip atau sengaja melihat aktivitas pribadi seseorang, memperlihatkan kelamin dengan sengaja, meraba atau menggosokkan bagian tubuh ke tubuh orang lain, melakukan percobaan pemerkosaan, melakukan pemerkosaan dengan benda atau bagian tubuh lain selain alat kelamin, mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual, memperdayai korban untuk melakukan aborsi, membiarkan terjadinya kekerasan seksual, memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual, mengirimkan pesan/foto/audio/foto kepada korban meskipun sudah dilarang korban, mengambil gambar atau merekam video bernuansa seksual, serta melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan.