Pengembangan Pelabuhan Depapre Terkendala Penerbitan Sertifikat BPN

Sentani - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua sampai saat ini belum menerbitkan sertifikat tanah atas kawasan Pelabuhan Petikemas Depapre di wilayah Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Sehingga membuat pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang bersedia mengalokasikan anggaran dan program itu terkendala dalam pengembangan pelabuhan petikemas tersebut.

Demikian dikatakan Ketua Analisis Papua Strategis (APS) Laus Rumayomi kepada wartawan usai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) 'Review Strategi Akselerasi Pengembangan Pelabuhan Depapre dan Infrastruktur Jalan Sentani Depapre Menuju Kebangkitan Ekonomi Masyarakat', yang berlangsung secara daring di Aula Lantai II Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Sentani, Kabupaten Jayapura, baru-baru ini.

"Untuk pelabuhan petikemas ini, kita di Kabupaten Jayapura terkendala dengan penerbitan sertifikat dari BPN. Sehingga dengan adanya sertifikat tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah bisa langsung mengalokasikan anggaran dan program untuk pengembangan pelabuhan," katanya.

FGD Review Strategi Akselerasi Pengembangan Pelabuhan Petikemas Depapre dan Infrastruktur Jalan Sentani Depapre Menuju Kebangkitan Ekonomi Masyarakat itu dipimpin langsung oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw juga diikuti oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian PUPR, Komisi IV DPR Papua, BPN Provinsi Papua, BPN Kabupaten Jayapura, Pemerintah Provinsi Papua, sejumlah OPD di lingkungan Pemkab Jayapura dan Pemprov Papua.

Laus Rumayomi menyampaikan, pihaknya meminta klarifikasi kepada BPN Provinsi Papua apa saja yang menjadi kendala hingga saat ini belum menerbitkan sertifikat tanah atas kawasan Pelabuhan Petikemas Depapre.

"Jadi, kami minta klarifikasi langsung dari pihak BPN Papua. Di mana saja letak kendalanya hingga belum menerbitkan sertifikat dan kami juga mencatat beberapa poin yang harus dilakukan. Yakni, melakukan rapat koordinasi teknis dengan BPN. Sehingga kami bisa memastikan kendalanya di mana saja, jika kendalanya memang di masyarakat. Maka itu, kita flashback lagi untuk ngomong dengan masyarakat," ujar Laus Rumayomi.

"Tapi sejauh ini, masyarakat adat sudah memberikan dukungan dan kami sudah mendapat keputusan dari masyarakat adat. Namun pertanyaannya di sini, kenapa BPN sampai saat ini belum menerbitkan sertifikat," sambungnya.

Ketika di tanya kendala apa yang dihadapi oleh BPN Papua hingga belum menerbitkan sertifikat tersebut, Laus mengungkapkan, bahwa pihak BPN masih mempersoalkan masyarakat adat, sementara di pihak masyarakat adat langsung di klarifikasi oleh pemerintah daerah jika masalah tanah di pelabuhan ini sudah selesai.

"Terus kenapa BPN belum menerbitkan, itu yang tadi kami tanyakan. Maka itu, kita lakukan diskusi-diskusi dengan pihak Kementerian PUPR yang menangani wilayah Kabupaten Jayapura terkait dengan status kepemilikan maupun lainnya. Jadi, sebenarnya sama sekali tidak ada masalah yang kita anggap menghambat. Persoalannya itu ada pada proses penerbitan dokumen sertifikat tanah saja," ucapnya.

"Isu ini memang sudah kita klarifikasi, juga kita sudah melakukan dialog maupun pendekatan dan masyarakat juga sudah bertanya. Kok, kenapa sertifikat nya belum (tidak) di terbitkan. Seolah-olah, karena sertifikat ini belum di terbitkan sampai sekarang berarti ini akan di klaim lagi sebagai hak milik masyarakat adat begitu, sepanjang belum ada sertifikat yang diterbitkan," bebernya.

"Maka itu, kami minta BPN tidak hanya asal memberikan statement saja. Tetapi, juga harus ikut membantu pemerintah daerah. Karena ini adalah program strategis nasional atau programnya bapa Presiden Jokowi, yang betul-betul ikon bagi Indonesia Timur terutama di Papua sebagai pelabuhan di Indonesia Timur untuk Pasifik di bagian utara," tambahnya.

Disinggung apakah FGD tersebut dilakukan untuk menjawab isu yang lagi santer terkait wacana Pelabuhan Petikemas Depapre akan dipindahkan ke Holtekamp, Laus Rumayomi mengatakan, kalau berbicara tentang data dan dokumen, apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah itu yang di lakukan review kembali.

"Terlepas dari isu apapun, sepanjang itu tidak bisa dibuktikan di dalam tata ruang pembangunan nasional. Di situ kita tidak bisa masuk untuk memberikan respon atau menanggapi. Karena kami fokus saja pada apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk mendukung Kementerian Perhubungan dalam pengembangan kepelabuhanan, tentunya kita perlu mendapat dukungan dari PUPR dalam hal ini jalan," katanya.

"Sebenarnya pelabuhan sudah tidak ada masalah, ya sudah 80 persen lah, tinggal penerbitan sertifikat saja. Namun yang perlu kita dorong di sini adalah jalan, karena jalan inilah yang akan menentukan dampak ekonomi secara luas di Papua dari keberadaan pelabuhan itu," tukas salah satu Staff Kepresidenan tersebut.