DPRD Jatim Harap Pemerintah Tegas pada Pendistribusian Minyak Goreng

Surabaya - Kelangkaan minyak goreng di Jatim menjadi perhatian DPRD Jawa Timur. Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Jatim Suyatni Priasmoro  berharap pemerintah segera menindak jika ada kesalahan pendistribusian minyak goreng.

“Kalau segi produksi tentunya surplus, namun di tingkat pasaran sedang kosong. Ini perlu ada tindakan tegas dari pemerintah dalam tata pendistribusian minyak goreng di pasaran,” pinta pria asal Magetan dikonfirmasi, Selasa (22/2).

Suyatni mengatakan, kelangkaan minyak hampir merata di seluruh Jatim, khususnya di kawasan Mataraman meliputi Magetan, Ngawi, Trenggalek maupun di Ponorogo.

“Di sana banyak dijumpai antrean warga untuk membeli minyak dengan menggunakan KTP dan ada pembatasan. Miris sekali ini terjadi di Indonesia mengingat lumbung dari bahan baku minyak goreng ada di sini,” jelasnya.

Suyatni menangkap ada ketidakberesan dalam jalur distribusi di Jatim.

“Harus ada audit akurat dalam pendistribusian minyak goreng di Jatim. Harus ada tindakan tegas jika dijumpai penyimpangan. Pemerintah harus tegas misalnya ijinnya dicabut atau diproses hukum,” tegasnya.

Suyatni menuturkan, selama tidak ada ketegasan dari pemerintah untuk melakukan evaluasi pendistribusian di lapangan, bisa dikatakan bagaikan bumi dan langit.

”Kenyataan di bawah langka keberadaannya. Perlu ada langkah konkret pengawasan pendistribusian minyak goreng di lapangan,” tuturnya.

Sementara itu. Anggota DPRD Jawa Timur lainnya, Erma Susanti mendorong Pemprov Jatim supaya meninjau ulang tata kelola distribusi minyak goreng. Upaya ini agar kelangkaan minyak goreng segera bisa terselesaikan.

“Untuk distribusi belum dilakukan pengawasan maksimal dan justru menyalahkan konsumen yang panic buying,” terang Erma Susanti.

Menurut Erma statemen Satgas Jatim menyatakan banyak produsen yang tidak punya lahan CPO kesulitan bahan baku.

“Mereka kesulitan karena bahan baku tidak ada stok untuk operasi pasar,” tegas Erma.

Erma menyebutkan, ada persoalan pada pengawasan dan tata kelola distribusi yang buruk. Karena itu tidak dipersiapkan maksimal untuk pelaksanaan peraturan menteri perdagangan (Permendag).