PMK Tak Tulari Manusia, Pebisnis Peternakan Diminta Tetap Waspada

Batang – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang belum lama ini kembali menjangkiti hewan ternak khususnya berkuku belah di beberapa wilayah Provinsi Jawa Timur. Meski tidak dapat menular pada manusia, namun bagi para pebisnis peternakan, termasuk tukang jagal hingga instansi terkait masih menaruh kewaspadaan, agar tidak memasuki wilayah Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dislutkannak (Dislutkannak) Batang Syam Manohara mengatakan, masyarakat tidak perlu merasa takut, karena tidak menular pada manusia, namun penularannya justru sangat masif pada hewan berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, rusa dan babi.

“Seluruh elemen terkait seperti pengepul maupun tukang jagal, diminta mengoptimalkan pengawasan. Kalau sampai masuk ke regional masing-masing penularannya sangat masif, bahkan bisa lewat embusan udara jarak 10 kilometer,” katanya, usai menggelar Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian PMK, di Gedung Pramuka, Kabupaten Batang, Kamis (12/5).

Ia menjelaskan, pada tahun 1985 Indonesia telah bebas dari PMK dan mendapat pengakuan internasional 1990 silam.

“Tapi secara mendadak Kamis pekan lalu, PMK muncul kembali di Jawa Timur. Bahkan sekarang sudah masuk ke Jawa Tengah seperti Rembang, Boyolali, Klaten, Purbalingga, Banyumas dan petugas kemarin juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap sapi yang terjangkit di Pemalang, sedangkan hasil pemeriksaan masih harus menanti informasi dari tim laboratorium,” jelasnya.

Ia memastikan, para petugas kesehatan hewan di Kabupaten Batang sudah melakukan pemeriksaan di kantong-kantong potensial yang dimungkinkan rawan menjadi penularan virus.

“Alhamdulillah di Batang masih aman, tapi kami tetap melakukan pengawasan selama 24 jam. Sampai sekarang kami masih menunggu arahan dari Dirjen Penanganan Kesehatan Hewan Indonesia, tapi upaya Dislutkannak Batang saat ini menyosialisasikan bahaya PMK kepada pebisnis peternakan dan tukang jagal hewan ternak, agar tetap waspada,” tegasnya.

Metode diagnosa pada sapi yang terpapar PMK yakni kepincangan, kelenjar submandibula membengkak, nafsu makan menurun, lepuh pada area mulut, suhu tubuh 41⁰C dan produksi susu menurun pada sapi perah.

“Kalau ada gejala tersebut, segera melapor kepada Dislutkannak atau bisa ke tingkat kecamatan. Nanti oleh tim medis akan didiagnosis dan dilaporkan ke Laboratorium Uji Sampel Balai Besar Petrina Wates dan Pusvetma Surabaya, hasilnya dapat diketahui dua hari kemudian,” terangnya.

Apabila dinyatakan positif, ujarnya, suatu daerah itu diisolasi dengan tidak diizinkan mengeluarkan atau memasukkan hewan ternak.

“Dari laporan yang didapat, di Pemalang hasil sudah mengarah ke sana, tapi petugas masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dampak yang dirasakan justru di bidang perekonomian karena akan terjadi penurunan produktivitas hewan ternak.

“Penurunan produksi susu sampai 50 persen, kematian sapi usia muda bisa sampai 50 persen,” ujar dia.

Berdasarkan data, populasi sapi di Kabupaten Batang sebanyak 23 ribu ekor terdiri dari usia dewasa maupun muda.

“Diprediksikan bisa menyebabkan kematian sapi muda sebanyak 6 ribu ekor dan dewasa seribu ekor,” imbuhnya.

Untuk mencegah masuknya PMK ke Kabupaten Batang, tegasnya, dibutuhkan kerja sama dalam pencegahan oleh TNI/Polri, instansi terkait seperti Dislutkannak, Satpol PP, Disperindagkop dan UKM bersama pebisnis ternak.