Tingkatkan Kualitas, Petambak Garam Demak Gunakan Alih Teknologi

Demak – Bermula dari harga garam yang terus terpuruk sehingga berimbas pada kesejahteraan petani yang sulit meningkat membuat Sudarto memberikan inovasinya untuk memproduksi garam agar kualitas lebih bagus sehingga nilai jualnya menjadi tinggi.

Salah satu inovasinya adalah penggunaan media isolator di lahan pembuatan garam. Hingga saat ini inovasi tersebut sudah diterapkan seluruh petambak garam khususnya di wilayah Kabupaten Demak.

“Saya meneliti garam sejak tahun 90'an saya sudah patenkan tiga hasil penelitian saya. Salah satunya teknologi pembuatan garam Na Cl dengan media isolator pada meja kristalisasi “

Ia memaparkan, inovasi ini sekarang sudah diterapkan oleh semua petambak garam di Demak dan di tempat lain.

"Hasilnya sudah mereka rasakan selain kualitasnya bagus juga hasilnya lebih banyak," kata Sudarto.

Ia menambahkan, selain itu masih ada dua lagi teknologi pembuatan garam yang juga sudah dijalankan oleh beberapa petambak garam di desa Kedungmutih kecamatan Wedung. Yang pertama adalah teknologi pembuatan garam beriodium di meja kristalisasi dengan media isolator.

Selanjutnya adalah pembuatan garam industry melalui teknologi dan managemen lahan dengan media isolator minimal kadar Na Cl 95 dan dapat dirancang 97 atau 99.

“Nah teknologi yang yang ketiga itulah nantinya hasil garamnya bisa menggantikan atau mensubstitusi garam import. Hasilnya beberapa petambak garam yang tergabung dalan Komunitas Produsen Garam Industri yang bergabung dalam Koperasi Pemasaran ROMA sudah berhasil memanen garam dari Rumah Garam Industri dan sudah laku di pasaran,” tambah Sudarto.

Selanjutnya, pegawai Kementerian Perindustrian ini menerangkan, untuk alih teknologi pembuatan garam dengan manajemen lahan ini membutuhkan komitmen dan juga biaya yang cukup besar. Salah satunya perlu investasi untuk mengubah lahan garam biasa menjadi lahan terstruktur.

Ia mengatakan, lahan yang telah disiangi ini tidak hanya melakukan panen di musim kemarau saja, namun bisa memanen garam di musim penghujan. Dengan memanfaatkan sisa air tua di musim kemarau untuk di memproduksi garam di musim penghujan.

“Memang untuk alih teknologi ini selain SDM juga modal, sehingga dukungan pemerintah sangat diharapkan dalam rangka meningkatkan ekonomi petambak garam,selain butuh media isolator juga biaya untuk mengubah lahan garam," jelasnya.

Sementara itu, salah satu petambak garam Musa Abdillah dari desa Kedungmutih, Jumat (30/10) mengatakan, dengan alih teknologi ini beberapa petambak garam yang telah mengikuti pelatihan memproduksi garam substitusi impor di Rumah Garam Industri( RGI) Koperasi ROMA dapat menghasilkan produk yang berkwalitas dan dihargai cukup tinggi dibandingkan dengan garam sebelumnya.

Garam dari RGI ini dihargai Rp100 ribu per kwintalnya, sedangkan garam KW 1 atau sebelumnya paling mahal Rp 50 ribu rupiah.

“Kita sangat berterima kasih dengan Kementerian Perindustrian lewat Pak Darto ini sehingga kami mampu membuat garam dengan mutu garam industri . Saat ini baru beberapa orang saja yang menerapkan teknologi ini.

ke depan saya berharap jumlahnya akan terus bertambah," kata Musa Abdillah.